Ada pepatah yang katakan jika berkunjung ke Jogja tidak afdol bila tidak berkunjung ke Tugu Jogja. Nampaknya pepatah itu mujarab sebab tiap hari khususnya saat malam hari banyak beberapa pelancong di luar wilayah untuk meluangkan diri berkunjung ke Tugu Jogja yang terdapat di jantung kota Yogyakarta ini.
Meskipun dari sisi ukuran Tugu Jogja tidak sebesar Monas di Jakarta yang adalah monumen sentra, tetapi dari sisi pengunjung, obyek wisata di Jogja ini pun tidak kalah dari Monas sebab tiap hari ada-ada saja beberapa pelancong yang singgah ke tempat ini.
Artikel Terkait : https://sigithermawan.hatenadiary.com/entry/2023/07/29/133807
Memang bentuk Tugu ini dapat disebutkan “Jogja banget” sebab memang arsitekturnya sesuai dengan budaya jawa yang kental akan seni. Tetapi nyatanya di balik itu semua, Tugu Yogyakarta ini menaruh narasi yang menarik untuk dikisahkan pada teman dekat Alodia semua. Dimana Tugu Jogja ini sebetulnya dulu tidak berupa seperti yang sekarang terlihat yakni ujung atasnya runcing. Tugu Yogyakarta pada zaman dulu mempunyai ketinggian yang tambah tinggi, seputar 25 mtr. dengan puncaknya yang membulat.
Artikel Terkait : http://sigithermawan.esy.es/museum-benteng-vredeburg-yogyakarta/
Nama monumen itu pada zaman dulu sebetulnya bukan Tugu Yogyakarta seperti yang diketahui sekarang. Namanya dahulu ialah Golong Giling yang memvisualisasikan memiliki bentuk Tugu pada zaman dulu yakni tiangnya berupa silinder atau dalam bahasa jawa disebutkan Golong serta puncaknya yang bundar yakni Gilig.
Tetapi sayangnya Jogja yang terdapat di pinggir samudera Hindia mengakibatkan seringkali berlangsungnya gempa bumi di wilayah ini, dimana pada tanggal 10 Juni 1867, Tugu Yogyakarta ini rubuh karena getaran gempa yang cukup kencang di daerah Yogyakarta.
Artikel Terkait : http://mitraseo.hol.es/pasar-beringharjo/
Maklum, sebab Tugu Jogja ini dibikin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, hingga diyakinkan untuk konstruksinya belum begitu baik seperti bangunan zaman saat ini. Lalu sebab hancur, diprakasai oleh Pemerintah Hindia Belanda serta Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, pada akhirnya Tugu Jogja mulai diperbaiki kembali ke tahun 1889, sampai memiliki bentuk seperti saat ini, yakni tiangnya cendenrung mengotak, dengan puncaknya seperti gunungan yang mengerucut.