Keraton Yogyakarta

adalah object wisata yang paling popular serta seringkali didatangi oleh beberapa pelancong,baik itu pelancong domestik atau pelancong luar negeri. Unsur riwayat membuat banyak orang yang hadir ke kerotan yogyakarta ini. Karena, keraton ini adalah keraton yang masih ada sampai sekarang ini serta terhitung satu keraton di Indonesia yang terbesar serta populer. Keraton Yogyakarta ini berawan sejak dari era ke 15 yakni Kasultanan Yogyakarta diawali tahun 1558 Masehi dimana Ki Ageng Pemanahan dihadiahi oleh Sultan Pajang satu daerah di Mataram sebab jasa-jasanya menolong Pajang menaklukkan Aryo Penangsang.

Ki Ageng Pemanahan adalah putra dari Ki Ageng Ngenis serta cucu dari Ki Ageng Selo, seseorang tokoh ulama besar dari Selo, Kabupaten Grobogan. Ki Ageng Pemanahan pada tahun 1577 membuat istana di Pasargede atau Kotagede. Sepanjang tempati daerah pemberian Sultan Pajang, Ki Ageng Pemanahan masih setia pada Sultan Pajang sampai pada akhirnya meninggal dunia pada tahun 1584 serta disemayamkan di samping Masjid Kotagede. Seterusnya kepemimpinan di Kotagede dilanjutkan oleh putranya yakni Sutawijaya yang disebutkan Ngabehi Loring Pasar yang memang waktui itu tempat tinggalnya ada di samping utara pasar.

Kepemimpinan Sutawijaya berlainan dengan ayahnya yakni menampik patuh pada Sultan Pajang. Lihat ketidakpatuhan Sutawijaya itu, kerajaan Pajang berencana merampas kembali kekuasaanya di Mataram . Seterusnya pada tahun 1587 kerajaan Pajang menyerang Mataram serta terjadi pertarungan yang hebat. Dalam pertarungan ini malah pasukan Pajang alami kekalahan sebab diterjang badai letusan Gunung Merapi sedang Sutawijaya serta pasukannya dapat menyingkir serta pada akhirnya selamat. Seterusnya pada tahun 1588 Mataram jadi kerajaan serta Sutawijjaya diangkat jadi sultan yang bergelar Panembahan Senopati atau Senopati Ingalaga Sayidin Penatagama.

READ  Taman Pelangi

Makna dari nama itu adalah ulama sebagai pengontrol dari kehidupan beragama yang ada dalam kerajaan Mataram serta bermakna jadi panglima perang. Untuk menguatkan legitimasi dalam kekuasaanya, Panembahan Senopati masih memakai serta mewarisi adat yang dikerjakan kerajaan Pajang dalam mengendalikan kekuasaanya atas semua wilayahnya di Pulau Jawa.

Waktu terus berjalan serta pada akhirnya pada tahun 1601 Panembahan Senopati meninggal dunia serta seterusnya kepemimpinannya dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Mas Jolang yang selanjutnya diketahui jadi Panembahan Senopati Seda Ing Krapyak. Sesudah Mas Jolang meninggal dunia selanjutnya dilanjutkan oleh Pangeran Arya Martapura. Sebab beliau seringkali sakit karena itu diganti oleh kakaknya yakni Raden Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senopati Ingalaga Abdurrahman yang diketahui dengan panggilan Prabu Pandita Hanyakrakusuma atau Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Artikel Terkait : http://blog.livedoor.jp/sigit12/archives/55343444.html